Blog

Asam Basa

LOREM CORPORATE CEO

Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum.

      Benn Marshall

Teori-teori Asam Basa Menurut Para Ahli


Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai teori asam basa. Setiap ahli memiliki pandangan yang berbeda, sehingga menciptakan teori-teori asam basa. Berikut beberapa teori asam basa menurut para ahli.

1. Teori Asam Basa Arrhenius

Teori pertama asam bas aini dicetuskan pertama kali oleh seorang ahli kimia berasal dari Swedia bernama Svante Arrhenius. Teori ini menghubungkan sifat keasaman dengan ion hidrogen atau H+ dan pertama kali dicetuskan pada tahun 1884.

Menurut teori Arrhenius, asam Arrhenius merupakan zat yang jika dilarutkan dalam air, maka air tersebut akan menghasilkan ion H+ dalam larutan tersebut. Contohnya adalah ketika asam klorida atau HCI serta asam asetat atau CH3COOH dilarutkan, dengan persamaan reaksi yang terjadi dari asam klorida serta asam asetat sebagai berikut.

HCl (aq) → H+ (aq) + Cl (aq)

CH3COOH (aq) → Ch3COO– (aq) + H+ (aq)

Berdasarkan persamaan reaksi yang terjadi tersebut, maka diperoleh ciri khas yaitu pelarut air zat tersebut mengion kemudian berubah menjadi hidrogen dengan muatan positif dengan lambing H+ serta ion yang memiliki muatan negative maka akan disebutkan dengan sisa asam.

Sedangkan menurut teori Arrhenius, basa merupakan zat yang jika dilarutkan dalam air maka akan menghasilkan ion OH-. Contohnya adalah ketika natrium hidroksida atau NaOH serta ammonium hidroksida atau NH4OH, dilarutkan maka akan terjadi persamaan reaksi basa pada larutan tersebut sebagai berikut.

NaOH (aq) → Na+ (aq) + OH– (aq)

NH4OH (aq) → Nh4+ (aq) + OH– (aq)

Basa dalam larutan natrium hidroksida serta amonium hidroksida akan menghasilkan banyak ion OH- dan kemudian dapat disebut sebagai basa kuat. Sedangkan, larutan yang menghasilkan sedikit dari ion OH- dapat disebut sebagai basa lemah. Tentu tidak semua senyawa dalam rumus kimia tersebut ada gugus hidroksida dan termasuk dalam golongan basa.

Kesimpulan Teori Arrhenius

Secara singkat, itulah teori Arrhenius yang diperkenalkan oleh Svante August Arrhenius. Teori ini memiliki kekurangan atau kelemahan, di mana teori ini hanya dapat digunakan pada penggunaan air sebagai pelarut saja.

Dapat disimpulkan, bahwa teori Arrhenius ini menyatakan bahwa senyawa asam merupakan senyawa yang dapat melepaskan ion H+ atau ion hydronium H3O+ apabila dilarutkan dalam air. Sedangkan senyawa basa adalah senyawa yang melepaskan ion OH- jika dilarutkan dalam air.

Teori Arrhenius juga mengatakan bahwa senyawa asam yang menghasilkan satu ion hidrogen per molekulnya maka disebut sebagai asam monoprotic. Sedangkan senyawa asam yang menghasilkan dua ion hidrogen per molekulnya maka disebut sebagai asam diprotic. Senyawa asam yang menghasilkan tiga ion hydrogen per molekulnya maka disebut sebagai asam triprotik serta secara umum menurut teori Arrhenius, asam menghasilkan lebih dari satu hydrogen maka disebut sebagai asam poliprotik. Sebutan tersebut berlaku pula pada senyawa basa yang memiliki ion hidroksida per molekul. Jika senyawa asam memiliki satu ion hidroksida per molekul maka disebut sebagai monoprotic dan seterusnya.

Dalam teori ini, asam kuat adalah senyawa asam yang terionisasi secara sempurna dan kemudian menghasilkan sebuah ion H+ dalam larutannya. Sedangkan untuk asam lemah, adalah senyawa asam yang tidak mengalami ionisasi secara sempurna dalam larutannya.

Sementara itu basa kuat merupakan senyawa basa yang mengalami ionisasi dengan sempurna, sehingga menghasilkan ion OH- dalam larutannya. Sedangkan untuk basa lemah adalah senyawa basa yang tidak mengalami ionisasi dalam larutannya.


2. Teori Asam Basa Bronsted dan Lowry 

Teori asam basa yang kedua merupakan teori asam basa yang muncul untuk dapat menyempurnakan kekurangan yang ada pada teori Arrhenius. Yaitu dengan keterbatasan pelarut, yaitu hanya senyawa air saja serta dapat menjelaskan reaksi dari asam basa yang terjadi pada fase cair, gas, serta fase padat pula. Ketika senyawa asam klorida atau HCl dilarutkan dalam air, maka asam klorida tersebut larut sempurna serta menghasilkan sebuah ion baru.

Sebelum membahas teori asam basa Bronsted dan Lowry lebih lanjut, teori ini dicetuskan pada tahun 1923 oleh J.N Bronsted yaitu seorang ahli kimia yang berasal dari Denmark bersama dengan T.M Lowry yaitu adalah ahli kimia yang berasal dari Inggris. Bronsted serta Lowry mendefinisikan asam menjadi sebuah donor proton atau ion hidrogen sedangkan basa merupakan akseptor dari proton atau ion hydrogen.

Menurut teori asam basa dari Bronsted dan Lowry, asam merupakan senyawa yang mampu memberikan proton H+ pada senyawa lain dan disebut sebagai donor proton. Sedangkan basa menurut teori ini merupakan senyawa yang menjadi penerima dari proton H+ dari senyawa lainnya dan disebut pula sebagai akseptor proton.

Seperti contoh, ketika asam klorida dilarutkan dalam air, maka asam klorida yang larut dengan sempurna pun akan menghasilkan ion yang baru. Tetapi tentu akan terjadi hal yang berbeda, apabila senyawa asam klorida dilarutkan pada pelarut benzena atau C6H6. Maka, jika senyawa asam klorida dilarutkan pada pelarut benzena, senyawa asam klorida tersebut tidak akan bereaksi dan akan mengendap secara sempurna. Reaksi yang terjadi ketika HCl dilarutkan dalam air pun disebabkan karena adanya molekul air yang menarik satu proton milik HCl, sehingga HCl memiliki peran sebagai senyawa asam serta air sebagai senyawa basa sekaligus.

Dalam teori asam basa yang dicetuskan oleh Bronsted dan Lowry, ada istilah berupa asam basa konjugasi dimana asam konjugasi tersebut adalah senyawa yang ada pada bagian kanan maupun reaksi yang mendapatkan tambahan dari satu atom hidrogen dari reaktan. Sedangkan yang dimaksud dengan basa konjugasi merupakan senyawa yang ada pada bagian kanan reaksi dan kehilangan satu atom hidrogen dari reaktannya.

Perlu diingat, bahwa semua asam Arrhenius merupakan asam Bronsted dan Lowry serta semua basa Bronsted Lowry mengandung OH adalah basa Arrhenius. Tetapi, tidak seluruh basa Bronsted Lowry adalah basa dari Arrhenius.

Kesimpulan Teori asam basa Bronsted Lowry: 

Menurut teori asam basa Bronsted Lowry, asam merupakan senyawa yang memberikan proton pada senyawa lainnya atau dapat disebut pula sebagai donor proton. Sedangkan basa menurut teori Bronsted Lowry merupakan senyawa yang menjadi penerima proton serta senyawa lain dan disebut pula sebagai akseptor proton.

Perlu diingat, bahwa H2O atau air yang memiliki sifat amfoter merupakan air yang memiliki pula sifat asam dan basa.

Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori Arrhenius, karena teori Arrhenius memiliki kekurangan yaitu tidak dapat berlaku untuk pelarut lain selain air. 


3. Teori Asam Basa Lewis

Teori asam basa ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1923 oleh Gilbert Newton Lewis yaitu seorang ahli kimia yang berasal dari UC Berkeley dengan mengusulkan teori alternative agar lebih mudah dalam menggambarkan senyawa asam dan basa. Teori asam basa Lewis ini memiliki pandangan bahwa asam dan basa merupakan senyawa yang memiliki struktur serta ikatan.

Menurut pandangan Gilbert Newton Lewis, asam merupakan suatu zat yang memiliki kecenderungan dalam menerima pasangan electron yang berasal dari basa. Contoh dari beberapa asam Lewis adalah  SO3, BF3, maupun AlF3. Sedangkan basa menurut Newton Lewis merupakan zat yang mampu memberikan pasangan pada electron. Dalam pandangan teori asam basa Lewis, basa memiliki pasangan yang elektronnya bebas, contohnya adalah seperti NH3, Cl–, maupuan ROH.

Lebih lanjut, Lewis berpandangan bahwa reaksi dari asam dan basa adalah reaksi dari serah terima pasangan elektron. Sehingga, terbentuklah suatu ikatan kovalen koordinasi dari reaksi serah terima terima tersebut.

Berdasarkan pandangan Lewis terhadap reaksi dari asam basa tersebut, maka Lewis pun berpendapat bahwa asam merupakan sebuah molekul maupun ion yang dapat menerima pasangan elektron, sedangkan basa merupakan sebuat molekul atau ion yang mampu memberikan pasangan elektronnya.

Teori yang diusung oleh Lewis ini memiliki beberapa keunggulan, berikut penjelasannya.

  1. Teori asam basa yang diusung oleh Lewis ini mampu menjelaskan sifat asam serta basa dalam pelarut lain maupun ketika asam basa tidak memiliki pelarut. Sama halnya dengan teori asam basa yang diusung oleh Bronsted dan Lowry.
  2. Lewis dengan teorinya mampu menjelaskan sifat asam basa molekul maupun ion yang memiliki pasangan elektron bebas maupun yang mampu menerima pasangan elektron bebas. Contohnya seperti pada pembentukan yang terjadi pada senyawa kompleks.
  3. Teori asam basa Lewis mampu menerangkan sifat basa yang berasal dari zat organik contohnya seperti DNA maupun RNA yang memiliki kandungan atom nitrogen serta memiliki pasangan elektron bebas.

Kesimpulan Teori Asam Basa Lewis

Dari penjelasan di atas mengenai teori asam basa yang diusung oleh Lewis, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

Menurut Gilbert Newton Lewis, asam merupakan sebuah molekul atau ion yang dapat menerima pasangan elektron. Sedangkan basa merupakan sebuah molekul atau ion yang mampu memberikan pasangan elektronnya. Lewis juga mampu menjelaskan teori asam basa dengan menjelaskan sifat asam, basa dalam pelarut baik air atau selain air serta bahkan mampu menjelaskan sifat asam dan basa tanpa pelarut sekalipun.

Dalam teori Lewis tersebut, asam memiliki peran sebagai pasangan elektron H+ saja, melainkan senyawa asam juga dapat berperan sebagai senyawa dengan orbital pada sebuah kulit valensi kosong contohnya seperti BF3. 


Sifat Asam dan Basa

Setelah memahami teori asam basa dari para ahli, Grameds juga perlu mengetahui sifat asam basa, agar lebih mudah dalam membedakan senyawa asam basa tersebut. Berikut penjelasannya.

  1. Sifat senyawa asam

Senyawa asam memiliki beberapa sifat sebagai berikut.

  1. Cenderung memiliki rasa yang masam atau asam.
  2. Memiliki sifat yang merusak atau korosif.
  3. Mampu mengubah warna kertas lakmus biru menjadi berwarna merah.
  4. Memiliki sifat elektrolit serta mampu menghantarkan arus listrik.
  5. Asam mampu menghasilkan gas hidrogen ketika bereaksi dengan unsur maupun senyawa logam.
  6. Senyawa asam dapat menghasilkan ion H+ atau ion hidrogen apabila dilarutkan dalam air.
  1. Sifat senyawa basa

Berikut beberapa sifat senyawa basa yang dapat membedakan dari senyawa asam.

  1. Cenderung memiliki rasa yang pahit.
  2. Memiliki sifat kaustik serta dapat merusak kulit.
  3. Basa memiliki tekstur licin serta bersabun.
  4. Senyawa basa mampu mengubah warna kertas lakmus merah menjadi warna biru.
  5. Senyawa basa memiliki sifat elektrolit atau mampu menghantarkan arus listrik.
  6. Basa akan menghasilkan ion OH- atau ion hidroksil apabila dilarutkan dalam air.

LOREM CORPORATE CEO

Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum.

      Benn Marshall

Rumus dan Besaran dalam Teori Asam Basa

Perlu diketahui bahwa rumus atau besaran yang digunakan dalam teori asam basa adalah derajat dari keasaman serta dinotasikan sebagai pH yang merupakan konsentrasi dari ion H+ yang ada pada larutan tersebut.

Huruf p dalam notasi pH berasal dari kata potenz yang berarti pangkat, sedangkan H dalam notasi pH untuk menyatakan atom hidrogen. Berikut persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai pH.

pH = – log [H+]

Contoh Soal Konfigurasi Elektron

Contoh Soal Konfigurasi Elektron

Tentukan konfigurasi elektron dan jumlah elektron dalam setiap kulit elektron atom unsur berikut.

a. Ni (Z = 28)                                                   b. Sr(Z = 38)

Jawab:

  1. Ni (Z = 28) : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d8 atau [Ar] 4s2 3d8; K = 2 ; L = 8 ; M = 16 ; N = 2
  2. Sr (Z = 38) : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d104p6 5s2atau [Kr] 5s2; K = 2 ; L = 8 ; M = 18 ; N = 8 ; O = 2

Berdasarkan eksperimen, terdapat anomali konfigurasi elektron dari aturan-aturan di atas. Subkulit d memiliki tendensi untuk terisi setengah penuh atau terisi penuh. Contohnya, Cr (Z = 24) : [Ar] 4s1 3d5 lebih stabil dibanding [Ar] 4s2 3d4 ; dan juga Cu (Z = 29) : [Ar] 4s1 3d10 lebih stabil dibanding [Ar] 4s2 3d9.

Untuk ion monoatomik (seperti Na+, K+, Ca2+, S2-, Br) dapat ditentukan dari konfigurasi elektron atom netralnya terlebih dahulu. Pada kation (ion bermuatan positif) monoatomik Ax+ yang bermuatan x+, sebanyak x elektron dilepas (dikurangi) dari kulit elektron terluar atom netral A. Pada anion (ion bermuatan negatif) monoatomik By– yang bermuatan y-, sebanyak y elektron ditangkap (ditambahkan) pada orbital level energi terendah yang masih belum penuh oleh elektron.

sumber: StudioBelajar.com

Konfigurasi Elektron

Konfigurasi elektron adalah susunan penyebaran (pengisian) elektron-elektron dalam. Seperti yang telah dibahas dalam bab Struktur Atom, di dalam atom terdapat partikel subatomik neutron dan proton yang terdapat pada inti atom, dan elektron yang bergerak mengelilingi inti atom tersebut pada kulit-kulit elektron (level-level energi) yang tertentu.

Lintasan peredaran elektron ini disebut juga kulit elektron. Kulit pertama yang terdekat dengan inti atom disebut kulit K, kemudian kulit kedua disebut kulit L, kulit ketiga disebut kulit M, dan seterusnya berurut berdasarkan alfabet sebagaimana kulit menjauhi inti atom. Kulit elektron ini juga dapat dinyatakan dengan bilangan kuantum utama (n), dimulai dari 1 untuk kulit K, 2 untuk kulit L, dan seterusnya.

Semakin besar nilai n, semakin jauh kulit elektron dari inti atom dan semakin besar energi elektron yang beredar di kulit terkait. Elektron-elektron akan mengisi kulit-kulit elektron pada atom dimulai dari kulit K yang merupakan level energi terendah. Setiap kulit elektron hanya dapat terisi sejumlah tertentu elektron. Jumlah maksimum elektron yang dapat terisi pada kulit elektron ke-n adalah 2n2. Namun, jumlah maksimum elektron pada kulit terluar dari suatu atom adalah 8.

gambar konfigurasi elektron

Lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi pada Gambar 1 dan Tabel 1.

Gambar 1. Ilustrasi konfigurasi elektron atom Li, B, O, Ne, Na, dan K berdasarkan kulit elektron
(Sumber: Spencer, James N., Bodner, George M., & Rickard, Lyman H. 2011. Chemistry: Structure and Dynamics (5th edition). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.)

konfigurasi beberapa unsur

Untuk atom unsur golongan transisi, konfigurasi elektron nya tidak dapat ditentukan dengan metode penentuan berdasarkan kulit elektron untuk atom unsur golongan utama seperti di atas. Penentuan konfigurasi elektron atom unsur golongan transisi didasarkan pada orbital atom. Setiap orbital dalam atom akan ditandai dengan satu set nilai bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum azimuth (l), dan bilangan kuantum magnetik (m) yang khusus. Lalu, setiap orbital maksimum terisi 2 elektron, yang masing-masing memiliki bilangan kuantum spin (s) tersendiri. Keempat bilangan kuantum tersebut digunakan untuk men-‘deskripsi’-kan energi elektron, sebagaimana seperti ‘alamat’ elektron dalam sebuah atom untuk menemukan keberadaan elektron dalam atom tersebut.

Bilangan kuantum utama (n) mendeskripsikan ukuran dan tingkat energi orbital. Nilai n yang diperbolehkan adalah bilangan bulat positif.
Bilangan kuantum azimuth (l) mendeskripsikan bentuk orbital. Nilai l yang diperbolehkan adalah bilangan bulat dari 0 hingga n−1.
Bilangan kuantum magnetik (m) mendeskripsikan orientasi orbital. Nilai m yang diperbolehkan adalah bilangan bulat dari −l hingga +l.
Bilangan kuantum spin (s) mendeskripsikan arah spin elektron dalam orbital. Nilai s yang diperbolehkan adalah +½ atau−½.

bilangan kuantum elektron

Aturan penentuan konfigurasi elektron berdasarkan orbital:

aturan penulisan aufbau
Gambar 2. Urutan tingkat energi subkulit
(Sumber: Spencer, James N., Bodner, George M., & Rickard, Lyman H. 2011. Chemistry: Structure and Dynamics (5th edition). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.)

1. Asas Aufbau: Elektron menempati orbital-orbital dimulai dari tingkat energi yang terendah, dimulai dari 1s, 2s, 2p, dan seterusnya seperti urutan subkulit

2. Asas larangan Pauli: Tidak ada dua elektron dalam satu atom yang memiliki keempat bilangan kuantum yang sama. Setiap orbital maksimum diisi oleh 2 elektron yang memiliki spin yang berlawanan.

3. Kaidah Hund: Jika ada orbital dengan tingkat energi yang sama, konfigurasi elektron dengan energi terendah adalah dengan jumlah elektron tak berpasangan dengan spin paralel yang paling banyak.

kaidah hund bentuk orbital
Gambar 3. Diagram orbital dan konfigurasi elektron berdasarkan orbital dari 10 unsur pertama
(Sumber: Gilbert, Thomas N.et al. 2012. Chemistry: The Science in Context (3rd edition). New York: W. W. Norton & Company, Inc.)

sumber: StudioBelajar.com

Contoh Soal Struktur Atom

soal

Perak (Ag; Z = 47) memiliki dua isotop di alam, 107Ag dan 109Ag. Dari data spektrometri massa yang diperoleh berikut, tentukan massa atom Ag.

Isotop         Massa (sma)      Kelimpahan (%)

107Ag           106,90509                 51,84

109Ag            108,90476                 48,16

Jawab:

massa atom Ag  = (massa isotop 107Ag)(kelimpahan isotop 107Ag) +(massa isotop 109Ag)(kelimpahan isotop 109Ag)

= (106,90509 sma)(0,5184) + (108,90476 sma)(0,4816)

= 55,42 sma + 52,45 sma

= 107,87 sma

Berdasarkan IUPAC, massa atom relatif (Ar) merupakan perbandingan massa atom terhadap satu satuan massa atom (sma), di mana satu sma sama dengan 1/12 massa 1 atom C-12. Jadi, massa atom relatif tidak memiliki satuan.

A_r \: unsur \: X = \frac{massa \: atom \: rata-rata \: unsur \: X}{1/12 \: massa \: 1 \: atom \: C-12}.

A_r \: unsur \: X = \frac{massa \: atom \: rata-rata \: unsur \: X}{1 \: sma}

Isobar dan Isoton

Isobar adalah atom-atom yang memiliki nomor massa yang sama, namun berbeda nomor atom (unsur berbeda).
Contoh: ^{14}_{6}C dengan ^{14}_{7}N ; ^{40}_{18}Ar dengan ^{40}_{20}Ca.

Isoton adalah atom-atom yang memiliki jumlah neutron sama, namun berbeda nomor atom (unsur berbeda).
Contoh: ^{13}_{6}C dengan ^{12}_{5}B^{39}_{19}K dengan ^{40}_{20}Ca

Judul Artikel: Struktur Atom
Kontributor: Nirwan Susianto, S.Si.
www.studiobelajar.com/

Contoh SOAL Bilangan Kuantum

Contoh Soal Bilangan Kuantum

Tentukan konfigurasi elektron dan diagram elektron dari atom unsur dan ion monoatomik berikut.

a. 27Co

b. 32Ge

c. 20Mg2+

d. 26Fe3+

e. 8O2−

Pembahasan:

a. 27Co: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d7 atau [Ar] 4s2 3d7

27Co

b. 32Ge: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p2 atau [Ar] 4s2 3d10 4p2

32Ge

c. 20Mg: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 atau [Ar] 4s2

20Mg2+:  1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 atau [Ar] (sebanyak 2 elektron dikurangi dari kulit terluar: 4s2−2)

20mg2+

d. 26Fe: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d6 atau [Ar] 4s2 3d6

26Fe3+:  1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d5 atau [Ar] 3d5 (sebanyak 3 elektron dikurangi dari kulit terluar: 4s2−2 3d6−1)

26fe3+

e. 8O: 1s2 2s2 2p4 atau [He] 2s2 2p4

8O2−:  1s2 2s2 2p6 atau [He] 2s2 2p6 atau [Ne] (sebanyak 2 elektron ditambahkan: 2s2 2p4+2)

8O

Bilangan Kuantum

Bilangan kuantum (dalam fungsi gelombang) adalah bilangan yang memiliki makna khusus dalam menjelaskan keadaan sistem kuantum. Bilangan-bilangan kuantum dapat memberikan deskripsi keadaan elektron dalam atom.

Setelah dikemukakannya teori dualisme partikel−gelombang, pada tahun 1926 Erwin Schrödinger mengajukan teori mekanika kuantum yang menjelaskan struktur atom. Model atom mekanika kuantum Schrödinger dinyatakan dalam persamaan matematis yang disebut persamaan gelombang. Penyelesaian persamaan gelombang Schrödinger untuk atom hidrogen menghasilkan fungsi gelombang (ψ) atau orbital atom yang menggambarkan keberadaan elektron dalam atom. Kuadrat dari fungsi gelombang, ψ2, memiliki arti khusus yaitu besar probabilitas menemukan elektron dalam ruang dengan volum tertentu di sekitar inti atom. Sebagaimana asas ketidakpastian Heisenberg, posisi elektron dalam atom tidak dapat dipastikan, namun hanya dapat diketahui tempat di mana elektron paling mungkin ditemukan.

Orbital dan Bilangan Kuantum

Setiap orbital atom memiliki satu set tiga bilangan kuantum yang unik, antara lain bilangan kuantum utama (n), azimuth (atau momentum angular) (l), dan magnetik (ml). Ketiga bilangan kuantum tersebut dapat mendeskripsikan tingkat energi orbital dan juga ukuran, bentuk, dan orientasi dari distribusi probabilitas radial orbital atom. Lalu, terdapat bilangan yang keempat, yakni bilangan kuantum spin (ms), yang memberikan informasi spin suatu elektron dalam sebuah orbital. Setiap elektron dalam sebuah atom memiliki satu set empat bilangan kuantum yang unik, yakni n, l, ml, dan ms.

  • Bilangan kuantum utama (n) mendeskripsikan ukuran dan tingkat energi orbital. Semakin besar nilai n, maka semakin besar ukuran orbital dan semakin tinggi tingkat energinya. Nilai n yang diperbolehkan adalah bilangan bulat positif (1, 2, 3, dan seterusnya).
  • Bilangan kuantum azimuth (l) mendeskripsikan bentuk orbital. Nilai l yang diperbolehkan adalah bilangan bulat dari 0 hingga n − 1.
  • Bilangan kuantum magnetik (ml) mendeskripsikan orientasi orbital. Nilai ml yang diperbolehkan adalah bilangan bulat dari −l hingga +l.
  • Bilangan kuantum spin (ms) mendeskripsikan arah spin elektron dalam orbital. Nilai ms yang diperbolehkan adalah +½ atau −½.

Kombinasi bilangan kuantum n, l, dan ml yang mungkin pada 4 kulit elektron pertama dapat dilihat pada tabel berikut:

Bentuk Orbital Atom

Orbital s

Orbital s adalah orbital dengan l = 0 berbentuk bola dengan inti atom pada bagian tengah. Oleh karena bola hanya memiliki satu orientasi, semua orbital s hanya memiliki satu nilai ml, yaitu ml = 0. Orbital 1s memiliki densitas (kerapatan) elektron tertinggi pada bagian inti atom dan kemudian densitas semakin menurun perlahan-lahan setelah menjauh dari inti atom. Orbital 2s memiliki dua daerah dengan densitas elektron tinggi. Di antara kedua daerah tersebut terdapat simpul bola, di mana probabilitas menemukan elektron pada daerah tersebut menurun hingga nol (ψ2 = 0). Pada orbital 3s, terdapat tiga daerah dengan densitas elektron tinggi dan dua simpul. Pola bertambahnya simpul orbital s ini masih terus berlanjut dengan orbital 4s, 5s, dan seterusnya.

Orbital p

Orbital p adalah orbital dengan l = 1 berbentuk seperti balon terpilin dengan dua cuping. Kedua cuping terletak pada dua sisi inti atom yang saling bersebrangan. Inti atom terletak pada bidang simpul orbital p, yakni di antara dua cuping yang masing-masing memiliki densitas elektron tinggi. Orbital p memiliki tiga jenis orientasi ruang, px, py, dan pz, sebagaimana terdapat tiga nilai ml yang mungkin, yaitu −1, 0, atau +1. Ketiga orbital p tersebut terletak saling tegak lurus pada sumbu x, y, dan z koordinat Kartesius dengan bentuk, ukuran, dan energi yang sama.

Orbital d

Orbital d adalah orbital dengan l = 2. Orbital d memiliki lima jenis orientasi, sebagaimana terdapat lima nilai ml yang mungkin, yaitu −2, −1, 0, +1, atau +2. Empat dari lima orbital d, antara lain dxy, dxz dyz, dan dx2−y2, memiliki empat cuping seperti bentuk daun semanggi. Orbital d kelima, dz2, memiliki dua cuping utama pada sumbu z dan satu bagian berbentuk donat pada bagian tengah.

Orbital f

Orbital f adalah orbital dengan l = 3. Orbital f memiliki tujuh jenis orientasi, sebagaimana terdapat tujuh nilai ml yang mungkin (2l + 1 = 7). Ketujuh orbital f memiliki bentuk yang kompleks dengan beberapa cuping.

Konfigurasi Elektron

Setelah memahami hubungan keberadaan elektron dalam atom dengan orbital pada teori atom mekanika kuantum, berikut akan dibahas konfigurasi elektron, yaitu penyusunan elektron-elektron dalam orbital-orbital pada kulit-kulit atom multi elektron. Aturan-aturan dalam penentuan konfigurasi elektron berdasarkan orbital, antara lain:

  1. Asas Aufbau: Elektron menempati orbital-orbital dimulai dari tingkat energi yang terendah, dimulai dari 1s, 2s, 2p, dan seterusnya seperti urutan subkulit yang terlihat pada gambar berikut.
  1. Asas larangan Pauli: Tidak ada dua elektron dalam satu atom yang memiliki keempat bilangan kuantum yang sama. Setiap orbital maksimum diisi oleh 2 elektron yang memiliki spin yang berlawanan (ms = +½ dan ms = −½).
  2. Kaidah Hund: Jika ada orbital dengan tingkat energi yang sama, konfigurasi elektron dengan energi terendah adalah dengan jumlah elektron tak berpasangan dengan spin paralel yang paling banyak.

Berdasarkan eksperimen, terdapat anomali konfigurasi elektron dari aturan-aturan di atas. Subkulit d memiliki kecenderungan untuk terisi setengah penuh atau terisi penuh. Contohnya, konfigurasi elektron 24Cr: [Ar] 4s1 3d5 lebih stabil dibanding [Ar] 4s2 3d4; dan 29Cu: [Ar] 4s1 3d10 lebih stabil dibanding [Ar] 4s2 3d9.

Konfigurasi elektron untuk ion monoatomik (seperti Na+, K+, Ca2+, S2-, Br) dapat ditentukan dari konfigurasi elektron atom netralnya terlebih dahulu. Pada kation (ion bermuatan positif) monoatomik Ax+ yang bermuatan x+, sebanyak x elektron dilepas (dikurangi) dari kulit elektron terluar atom netral A. Pada anion (ion bermuatan negatif) monoatomik By yang bermuatan y−, sebanyak y elektron ditangkap (ditambahkan) pada orbital level energi terendah yang masih belum penuh oleh elektron.

Materi: Bilangan Kuantum
Kontributor: Nirwan Susianto, S.Si.
StudioBelajar.com

Scroll to Top